Film sekuel dari Naga Bonar (1987) berkisah
tentang hubungan Naga Bonar (Deddy Mizwar) dan putranya, Bonaga (Tora Sudiro)
dalam suasana kehidupan anak muda metropolis. Untuk memulai bisnis, Bonaga
berniat menjual tanah milik ayahnya yang disana terletak kuburan keluarga Naga
Bonar. Akhirnya timbul konflik perbedaan nilai diantara mereka.
Film yang diproduksi atas kerjasama PT Demi Gisela Citra Sinema dengan PT
Bumi Prasidi Bi-Epsi ini didedikasikan kepada Almarhum Drs Asrul Sani yang
telah menciptaan tokoh rekaan Nagabonar, pencopet yang diangkat menjadi
jenderal dalam perang kemerdekaan.Setelah merdeka, Nagabonar (Deddy Mizwar) menjadi pengusaha sukses di Jakarta. Ia hidup seorang diri dan berhasil membesarkan anaknya, Bonaga (Tora Sudiro) setelah Kirana, istrinya meninggal.
Sebagai anak, Bonaga memiliki persamaan watak dan karakter dengan Bapaknya. Jujur, bertanggungjawab, dan sama-sama tak mampu menyatakan cinta pada wanita.
Dengan jiwa kepemimpinannya, Bonaga bersama Pomo (Darius Sinathrya), Ronnie (Uli Herdinansyah), Jaki (Michael Muliadro) mengelola bisnis yang strategis. Bonaga bersama tiga sahabatnya merupakan cermin anak muda modern. Metroseksual, pintar, cerdas, dan dinamis.
Suatu saat Bonaga dan sahabat-sahabatnya ingin ‘menjual’ kebun kelapa sawit milik Bapaknya di kampung halamannya Sumatra Utara kepada investor dari Jepang. Rencananya akan dijadikan resort.
Tentu saja Nagabonar sangat marah besar. Karena di kebun itu juga terdapat tiga kuburan orang yang ‘selalu hidup’ di hati Nagabonar yakni Kirana, Mak (ibunya) dan Si Bujang, sahabatnya.
Monita (Wulan Guritno), konsultan bisnis Bonaga yang cantik, mandiri, profesional, serta mencintai Bonaga berusaha menjembatani konflik antara Bapak dengan anak itu.
Pertemuannya dengan Umar (Lukman Sardi, anak seorang pejuang yang jadi sopir Bajaj dan menjalani kehidupan sederhana, menjadi titik balik sikap Nagabonar dalam melihat dunia dan kehidupan.
SUMBER: http://anggunchem.wordpress.com/2007/06/14/9/